Ada apa real count KPU?

Penundaan pembacaan C1 di Kecamatan dengan alasan sistem eror sangat lah tidak masuk di akal.

Sebab pengurusan sistem “komputer” dalam urusan PENTING dan Genting, alasan sistem eror tidak boleh terjadi, tapi benarkah sesederhana itu sebab kelas NEGARA besar secara sistem bisa eror?

Ada beberapa isu yang kuncul :

1. Isu penyadapan kemudian muncul,..
2. PERANG BINTANG di Pusat
3. Masing-masing sudah memiliki kartu trus kecurangan lawan, sehingga sekarang ada TAWAR MENAWAR

Saya sangat bersyukur pernah ikut dalam sistem kepemiluan ini, serta belajar di dalam “kawah candradimuka” pemilihan.
Sebab langsung belajar secara praktis, yang  mungkin pernah dialami oleh politisi lainnya.

Seperti :

Bagaimana KPPS mendampingi pemilih tanpa memperbolehkan saksi ikut mendampingi..

Bagaimana angka 98 ditulis angka 101

Bagaimana pemilih yang akan masuk TPS diarahkan diluar TPS untuk memilih lawan tertentu

Bagaimana kambing dan beer serta uang H-1 beredar tanpa mampu dicegah

Bagaimana sebelah rumah memilih calon lain hanya karena bantuan..

Bagaimana warga masih tidak terdaftar di DPT, dimana saling menyalahkan antara Aparat Desa, warga dan pemerintah tentang kependudukan.

Bagaimana “pengedar uang” berupa membeli suara 200rb -250rb mampu memengaruhi pemilih,

Bagaimana orang yang datang, meminta maju, mendukung, tapi faktanya justru memata2i, dan menjadi “kacung” pesaing.

Namun semua itu, hanya persoalan klasik “buana alit” pemilih, internal calon dan antar calon…

Tapi sejauh ini, persoalan sistem eror ini lebih mengkhawatirkan karena akan memengaruhi “BUANA AGUNG” atau jagat Indonesia…

Narasi peruntuhan lembaga seperti KPU, MK akan bermuara pada peruntuhan marwah suci pesta rakyat itu sendiri…

Masalah “buana alit” dan buana Agung ini, bagi saya adalah contoh yang disajikan elit,.. disamping memang, masyarakat sendiri diberikan “paham yang salah” tentang “kenapa ada pemilu dan apa pentingnya”.

Kalau saya menilai, akan sangat susah membawa kembali “arti pesta rakyat yang langsung umum bebas rahasia  jujur dan adil’ itu.

Sebab semangat idealisme hanya ada pada tataran normatif, tapi dalam praktek begitu jauh berbeda.

Semoga saja, negara ini tidak kacau karena jauhnya nilai-nilai pemilu dengan praktek kepemiluan itu sendiri.

Kumpi Mardaya dan Kebo Parud

Dalam Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Bangli ke-817, Dipersembahkan Sendratari Kolosal yang menceritakan 2 (dua) tokoh di pegunungan Kintamani, yaitu Kumpi Mardaya dan Kebo Parud, dengan judul Kertaning Panerajon.

Diceritakan bahwa Kumpi Mardaya membangun Pasanggrahan yang kemudian dihadang oleh RAKSASA KEBO PARUD

sebenarnya siapa tokoh ini dan apa hubungannya dengan Pura Penulisan dan Sukawana?

TENTANG KUMPI MARDAYA

Tokoh Kumpi Mardaya ditemukan dalam Prasasti Sukawana A1 yang bertahun 804 SM atau 882 M.

Dalam.Prasasti Sukawana A1 tertulis tentang nama Biksu yang tercatum pada pracasti Sukawana A1 yang berbunyi :

  1. Yumu pakatahu sarbwa kiha, dinganga prajuna, nāyakan makarun kumpi anan mañuratang ājñā danañjaya, pircintayangku mān tua ulan di bukit
  2. cintamani mmal tanyada husir yya anak atar jalan katba kadahulu, tua hetu syuruhku senāpati danda kumpi marodaya me bhikṣu çiwakangçi ṇ
  3. ta, çiwanirmmala, çiwaprajñā, banguněn partapānān satra di kathan buru, çimayangña hangga tingkad karuh, hangga puhpuhan kadya, angga rua kangin
  4. hangga tukad ye kalod, anada tua bhiksu, grama musirang ya marumah ditu, tani kabakatěn laku langkah, kayu tringtihing tanggung yathākŗtya bsar sěnhi
  5. matuluang jaja, makmit dŗbya haji, pamahen pamli prakāra, mamatek papan, matkap bantilan, lañcang perahu, mangrapuh, mangharañi, manutu, tika

II.a

  1. makasupratibaddha sanggarugyan ya ājñā syuhunang manuratang ājñā sadyasiwa turun di panglapuan di singhamandawa di bulan māgha çukla pratipāda, rggas pasar wi
  2. jayapura di saka 804 kilagiña di putthagin ājñā //o//

Teks Terjemahan.

  1. hendaknya kamu tahu (senapati) Sarbwa (bernama) Kiha, (senapati) dinganga (dijabat) Prajuna, Nayakan Makarun Kumpi Anan, Manuratang ajna bernama Dananjaya, yang menjadi pikiranku adalah itu adalah banguna suci (ulan) di
  2. kebun bukit Cintamani, tidak ada tempat bagi orang-orang yang berjalan hilir mudik. Itulah sebabnya aku suruh Senapati Danda yang bernama Kumpi Mardaya dan Bhiksu Siwakangsitan
  3. (Bhiksu) Siwanirmala, Bhiksu Siwa Prajna, agar membangun pertapaan (dan) pesanggrahan di daerah perburuan. Batas-batasnya sampai Tingkad bagian barat, sampai di Puhpuhan bagian utara, sampai di Rua bagian timur,
  4. sampai tukad Ye bagian utara. Apabila ada di sana Bhiksu, orang yang telah berkeluarga, dating ia menetap di sana, tidak dikenakan kewajiban memikul kayu, bamboo, pekerjaan besar kecil,
  5. membuat jajan, menjaga drbya haji, cukai jual beli dan semacamnya. Menarik/membuat papan, membuat wantilan, lancang, perahu, membuat kapur, memanen, menumbuk,
  6. agar mematuhi tidak melawan perintah. Dibebankan kepada menuratang ajna (penulis perintah) bernama Sadyasiwa, turun di Panglapuan di Singhamandawa pada bulan Magha tanggal 1 paro terang, bertepatan dengan hari pasaran di
  7. Wijayapura pada tahun saka 804, itu saat perintah dilembarkan.
    Tahun Masehinya : 27 Januari 882.

Dalam prasasti tersebut dapat diperhatikan bahwa kumpi masardaya adalah senapan danda dari kerajaan yang membangun pertapaan dan pasanggrahan dan tidak dikenakan kewajiban memikul kayu, memikul bambu dan pekerjaan besar kecil. Jika demikian maka dapat dilihat situasi di panarajon pada saatbitu dalam keadaan tenteram dan sebagai pusat spiritual.

TENTANG KEBO PARUD

Kebo Parud atau Ki Kebo Parud disebutkan namanya dalam Parasati Sukawana D, yang berangka tahun Caka 1222 yang menguraikan tentang desa Sukawana yang terletak diperbatasan Min Balingkang. Dalam prasasri tersebut terdapat kata-kata “Mpukwing Dharma Anjar, Mpukwing istana radja, Mpukwing dewa istana” Gelar para menteri diubah menjadi Jro atau diduga Arya sebagai contoh Ida Raja Sang Arya = Ida Sang Arya Aji Kara.

Jadi jika diperhatikan maka Kebo Parud bukanlah raksasa, akan tetapi Raja Patih yang memimpin Bali pada saat itu. Paling tidak hal yang dilakukan oleh Kebo Parud adalah memberi batas-batas Desa Sukawana.

Menariknya, ternyata 2 (dua) tokoh tersebut tidaklah sejaman jika dilihat dari angka prasasti. Terdapat rentang waktu hampir 400 tahunan yang memisahkan kehadiran dua tokoh tersebut.

Kedua tokoh tersebut juga memiliki peran yang berbeda : kumpi Mardaya berperan sebagai Biksu atau tokoh spritual, sedangkan Kebo Parud adalah Rajapatih yang bertugas memberikan ketentuan kepada rakyatnya.

Maka dirasa bukit Panarajon adalah pusat pemerintahan dan pusat spiritual di Bali pada jaman Bali Kuna, sehingga tidak tepat jika tugas dua tokoh ini bertentangan satu sama lain, sebab antara pemerintahan dan spirual adalah sejalan dalam Dharma Negara dan Dharma Agama.

Kedua Tokoh ini telah menerangkan bahwa Pura Penulisan dan Bukit Panarajon tersebut memiliki peran penting dalam peradaban Bali Kuna. Semoga dapat menjadikan cerminan dalam menggali jati diri orang-orang Kintamani, Bangli dan Bali pada umumnya.

I Made Somya Putra SH MH

Pura Pucak Penulisan adalah Gunung Air Bali

Nunas patut sebelumnya ring Ida,

Di Pura Puncak Penulisan terdapat sumur yang terdapat di gedong Tasik, sebuah sumur di puncak bukit.. bagaimana mungkin sumur ada di pucuk bukit??

Jadi kita memahami bahwa bukit penulisan adalah gunung air…

Kemudian lihatlah, aliran sungai-sungai besar di Bali..
Tukad Badung, sumbernya dari mana?
Tukad tejakula, sumbernya dari mana?
Tukad aliran tajun, sampai ke Buleleng sumbernya dari mana…

Lalu ada cerminan legenda ratu daa tua yang dipercayai juga sebagai ratu Dewi Danu yang menyamar sebagai penjual air.

Prasasti sukawana A1 juga menerangkan awal nama subak dan Uma..

Dalam kaitan ritual, anda akan melihat secara gamblang kaitan Pura Ulun Danu, Pura Balingkang dan Pura Penulisan sebagai rangkaian pengelolaan tata kehidupan jaman dulu..

Tinggal kita memahami, dan menjaga saja,..

Semoga Ratu Siwa Sakti memberkati..

SUKAWANA ADALAH TEMPAT PARA PEJUANG



Berdasarkan ciri-ciri dan tutur penglingsir

1. Peperangan Maya Danawa

Kisah mayadanawa peperangan antara sri ugrasena raja dalem balingkang (Panarajon) dengan dinasti warmadewa (besakih), mengambil pusat peperangan di Penulisan, sebelum akhirnya berpindah ke dataran ( sumber : Buku mitologi gabungan lan galungan)

2. Daerah yang tidak bisa ditundukkan Majapahit dengan perang

Sukawana dahulu ditulis Sikawana, adalah salah satu daerah yang tidak dapat ditundukkan oleh Majapahit, sehingga akhirnya perdamaian terjadi bukan karena peperangan, tetapi karena perkawinan.
(Sumber : Buku babak pasek + Bangli Tempo Dulu)

3. Tambyak, Pecut, Bedil (Tulup), Pura Panarajon dan Kerajaan Badung

Berdasarkan Kisahnya, Pendiri Kerajaan Badung beryoga Samadi di Pura panarajon (juga disebut Pura Tegeh Kahuripan atau Pura Penulisan) yang akhirnya sexara niskala dari Ratu Daha Tua yang juga bernama lain Dewi Danu (Daha Nu) mendapat panugrahan berupa Pecut dan Bedil (tulup) untuk membangun kerajaan di tempat yang “Badeng” / Badung, selanjutnya secara sekala Beliau juga mendapatkan Bala bantuan berupa Pasukan dari Trah Tambyak yang berpusakakan ” Golok Dari Jro Kubayan Kiwa”, Tambyak adalah saudara dan juga pepatih dari Nyama Tuaan dan Nyaman Tuaan di Desa Sukawana dengan stana berupa Batu Belah di Banjar Kauh. Yang selanjutnya oleh Kerjaan Badung diberikan tempat di Pecatu.

Untuk itulah, kenapa ada Pura Panarajon di Badung, dan Semeton Tambyak di Pecatu yang berasal dari Sukawana. (Sumber : Buku custodians of scare mountains, Tutur dan ceciren)

4. Membantu Panji Sakti untuk berperang hingga terbentuknya Desa Tampekan.

Desa Tampekan di Kecamatan Banjar, Buleleng mempercayai leluhurnya berasal dari Gelgel dan pernah membangun Desa Sukawana, hingga akhirnya ke buleleng dan membuat Desa tampekan.

Kisah ini lebih dipercaya sebagai para prajurit yang yang akhirnya berbelapatinya kerajaan di gelgel sebagak saudara kepada Panji Sakti dalam melawan musuhnya kala itu.
(Sumber: sejarah Desa tampekan dan tutur)

5. Monumen perjuangan Di Pura Gaduh “Dahulu”

Sebelum SMP 7 Kintamani berdiri, di areal tersebut berdiri Pura Gaduh (lama) yang berjejer dan berbasis dengan Pura Tengayang, Pura Puseh Batih, Pura Sang Pasek, Pura Pengrubungan dan Pura Dalem Sengkuuk.

Di Bawah Pura Gaduh (lama) tersebut, terdapat monumen perjuangan. MONUMEN PERJUANGAN tersebut juga ikut dihancurkan bersama dengan Pura Gaduh (lama) yang akhirnya Pura Gaduh dibangun di tempat sekarang, sedangkan monumennya SAMA SEKALI TIDAK DIBANGUN.

Kenapa ada MONUMEN PERJUANGAN Di dekat Pura Gaduh (lama). Karena ketika ketika NICA menjatuhkan bom di Pura Gaduh ternyata BOM nya tidak meledak sama sekali.
(Sumber ceciren dan Tutur)

6. Pelor yang melekat di Pantat “Kumpi Santa” sampai dibawa mati dan kisah disiksa Jepang.

Kumpi Santa adalah salah satu sosok yang melegenda di sukawana, karena demi melindungi kerahasiaan tempat para penyingkir (gerilyawan) pada saat itu. Ia sampai disiksa oleh tentara Jepang, namun sampai lelah tentara Jepang itu menyiksa tidak mampu membuat Kumpi Santa tidak berdaya.

Kumpk Santa juga pernah ditembak yang mengenai pantatnya. Namun peluru berupa pelor itu melekat di pantatnya hingga dibiarkan tertanam di dagingnya dan akhirnya pelor itu dibawa sampainakhir hayatnya.

7. Pura Sang Pasek sebagai pura para prajurit dan tari baris

Di Sukawana berdiri Pura Sang Pasek yang dipercaya sebagainpura prajurit. Setiap setahun sekali diadakan Wali Saba Pasek berupa sambungan ayam,

Sebelum saba wali berupa sambung ayam, yng diadakan adalah para prajurit. Para Prajurit bertarung untuk mengisi waktu.

Selain itu ada beberapa tari baris yang sakral di Sukawana, sebagai tari Bali yang berfungsi beda2, mencirikan prajurit selalu siap sedia di Sukawana. (Sumber : Ceciren dan tutur)

8. Veteran dan pejuang yang tidak tercatat.
Kaki kaler adalah veteran terakhir yang tercatat di LVRI. Akan tetapi ternyata pejuang kemerdekaan adalah seluruh masyarakat Sukawana waktu itu, para perempuan memberikan bahan makanan dari hasil perkebunan, yang laki-laki ada yang ikut berjuang dan dan membantu dengan cara sebagai tukang kirim surat (sumber tutur )

GENDING KAHURIPAN

Kahuripan,
( Engkau yg dari Kahuripan / tegeh kahuripan / sukawana).

Anak Bapak Bagus Genjing
(Sebagai anak Bapa/orang tua, baik di pikiran, perbuatan dan perkataan)

Anak Bapak Bagus Cetag…
( Sebagai anak Bapa/orang tua yang asah asih asuh)

Tusing demen ngeling – ngeling…
(Tahan dalam keadaan apapun, tidak larut dalam kesenangan dan kesedihan)

Tusing nakal,
( Hormat kepada Leluhur, Guru, Ibu, dan Kakak)

baik hati…
(Yang Suka menolong dan welas asih)

Anak Bapak Bagus Kahuripan…
(Semoga anak Bapa berkehidupan baik)

GANNAS Kecam Upaya Selundupkan Narkoba Kedalam Lapas Perempuan

Denpasar (Metrobali.com) –

Gerakan Anti Narkoba Nasional (GANNAS) Provinsi Bali mengecam keras upaya petugas Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Klas IIA Denpasar yang berusaha menyelundupkan narkoba jenis Sabu kedalam lingkungan lapas.

“Petugas nakal tersebut seolah-olah pura-pura tak menyadari tindakannya merupakan pelanggaran pidana berat yang harus dihukum seberat-beratnya, sebab hal ini tak mustahil diduga sudah kerap dilakukan sebelumnya,” kata Yusdiana MY, Ketua DPW GANNAS Bali, di Denpasar, Rabu (29/4/2020).

Menurutnya, seorang petugas lapas mestinya merupakan panutan dan harus mengambil peran dalam upaya Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) yang sedang gencar kita lakukan.

Faktanya, Petugas Lapas jugalah yang menciduk sendiri Pegawai lapas perempuan dengan inisial ER karena kedapatan berusaha menyelundupkan narkoba jenis Sabu seberat 1 gram Pada hari selasa, 28 april 2020 sekitar pukul 19.00 WITA.

ER diketahui berusaha memasukkan narkoba jenis sabu di dakam batok charger jenis HP Samsung Galaxy S berwarna putih yang warnanya sudah lusuh dan kotor di dalam tas yang kemudian diciduk oleh petugas jaga.

Kabid Hukum dan Advokasi DPW GANNAS Bali, I Made Somya Putra, SH, MH. mengingatkan bahwa perlu diselidiki tuntas terkait siapa yang memesan barang haram tersebut. Meskipun banyak asumsi yang berkembang bahwa yang bersangkutan adalah bagian dari sindikat bandar narkoba.

“Untuk itulah, Motifnya harus diselidiki lebih jelas dulu, agar tidak sampai salah menghukum orang dan tetap kedepankan prinsip equality before the law (kesetaraan dalam hukum),” terang Somya. (hd)

Sumber :https://metrobali.com/gannas-kecam-upaya-selundupkan-narkoba-kedalam-lapas-perempuan/

“Usabha Dalem (Posa) Desa Sukawana Sebagai Upaya Melestarikan Tradisi Yang Berbasis Nilai – Nilai Kearifan Lokal” (Tulisan dari Dede Junaedi)

Bali sebuah ragam budaya dan situs pemujaan yang tidak akan pernah lekang oleh waktu pulau yang banyak menyimpan banyak misteri ini seolah menarik untuk diteliti. Keanekaragaman budaya dan adat menjadikan bali sebagai museum hidup peradaban manusia dari generasi ke generasi. Kebudayaan merupakan cara manusia menjalankan kehidupan bagaimana manusia berinteraksi antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan tuhan hal inilah yang menjadikan bali unik di mata dunia. Salah satu peradaban masyarakat bali mula yang masih terpelihara dengan baik ialah tata kehidupan masyarakat Desa Sukawana Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli. Tidak hanya tata kehidupan sosial saja tetapi tata kehidupan religinya pun masih melekat pada tata religi bali pegunungan pada jaman dahulu.
Salah satu upacara adat atau tradisi yang diwarisi masyarakat desa sukawana adalah Usabha Dalem (Posa), Usabha Dalem di Desa Sukawana agak berbeda dengan usabha dalem yang dijumpai di desa lainnya yang ada dibali, baik dari sarana upakara,pamuput, hingga prosesi pelaksanaanya. Usabha dalam di Desa Sukawana di laksanakan pada purnama sasis kapitu yang diawali dengan prosesi Ngambing yang dilakukan di Pura Dalem sengkuuk. Disebut prosesi ngambing karena sarana yang digunakan adalah kambing. Saat Prosesi Ngambing ini semua krama desa ikut terlibat terutama Paduluan Desa yang disebut “krama tiga likur”. Prosesi selanjutnya dalam Usabha Dalem Sukawana ini adalah Nyawen, prosesi ini dilakukan oleh truna desa. nyawen dilakukan sebanyak 2 putaran, hari pertama nyawen diistilahkan dengan pesu menek, sedangkan dihari kedua diistilahkan dengan pesu tuun. Sarana nyawen berupa batang kayu kancing landa yang ujungnya diikat dengan ilalang inilah yang merka sebut dengan sawen.
Hari pertama nyawen yang mereka sebut dengan pesu menek di mulai dari balai kulkul desa sukawana menuju pura dalem sukawana dan berakhir di perbatasan desa sukawana dengan desa kintamani. Dihari kedua nyawen yang merka sebut dengan pesu tuun dimulai dari balai kulkul ke selatan desa hingga ke Setra (Kuburan) dan berakhir di perbatasan desa sukawana dengan desa kubusalya. Prosesi nyawen ini harus dilakukan pada tengan malam yakni tepat pukul 00.00 Wita, sebelum prosesi nyawen dimulai para truna desa berkumpul dibalai desa untuk diberi pengarahan oleh kliannya dan dibacak ( Diabsen) dan ditanya tentang perlengkapan sawen yang seharusnya mereka bawa. Setelah diberi pengarahan para truan desa berkumpul di balai kulkul desa atau yang disebut dengan titik 0 desa dan salah satu dari mereka akan naik keba;lai kulkul dan membunyikan kulkul sebanyak 3 kali sebagai pertanda prosesi nyawen sudah bisa dimulai. Prosesi selanjutanya dalam rangkaian Usabha Dalem Sukawana ini adalah prosesi ngatag, ngatag memiliki arti sama dengan pengarah yang berarti mengumumkan atau mengingatkan. Ngatag dilakukan seusai prosesi ngambing atau sehari sebelum puncak Usabha Dalem yang dikenal dengan Posa. Prosesi ngatag dipusatkan dibalai agung, prosesi ngatag dilakukan sehari setelah purnama kapitu dimana hari tersebut harus bertemu dengan panca wara kliwon. Seperti prosesi ritual lainnya prosesi ngatag diawali dengan pembuatan sarana upakara yang dilakukan oleh Peduluan Desa khususnya yang laki-laki. Upakara ini nantinya akan diaturkan sebagai upasaksi bahwa prosesi ngatag akan dilakukan sesuai dengan awig-awig yang berlaku di Desa Sukawana. Dalam prosesi ini ada salah satu peran yang tidak boleh digantikan yakni orang yang bertugas melaksanakan Ngatag yakni yang disebut saya posa yang dalam hal ini terdiri dari saya posa tuaan dan saya posa nyomanan yang berjumblah 4 orang. Salah satu dari saya posa tersebut yang posisinya lebih tinggi akan mendapat tugas ngatag. Saya posa yang bertugas akan mencari sarana yang akan digunakan untuk membuat sanggah posa desa. Puncak Usabha Dalem yang disebut dengan Posa sebagai symbol rasa bhakti manusia kepada penguasa semesta dan leluhur.
Berbeda dengan Usabha Dalem yang ada di daerah bali lainnya yang dilaksanakan di pura Dalem namun di Sukawana puncak Usabha Dalem dilakukan di Pura Balai Agung Desa Sukawana. Hal ini merupakan tetamian (warisan) leluhur yang diteruskan oleh generasi berikutnya. Usabha Dalem di Sukawana disebut dengan Posa Hal karena sarana yang digunakan adalah Sanggah Posa. Sanggah posa merupakan tempat pemujaan yang terbuat dari batang pohon dapdap atau kayu sakti yang dihiasi dengan ambu. Sanggah posa ini merupakan penyawangan untuk memuja betara dalem. Bagi masyarakat Desa Sukawana sanggah posa merupakan kendaraan yang menghubungkan alam manusia dengan alam Tuhan. Sanggah posa inilah yang nantinya akan menghantarkan titipan atau papet dari keluarga yang masih hidup kepada roh leluhur. Saat Usabha Dalem berlangsung keluarga akan membuat upakara yang nantinya akan dihaturkan kepada para leluhur atau tuhan yang menguasai alam semesta ini. Ada aturan mutlak dalam pembuatan sanggah posa tiang sanggah posa terbuat dari batang kayu dapdap atau kayu sakti kemudian asagan terbuat dari bamboo dan dihiasi oleh janur atau ambu. Khusus sanggah posa yang ditempatkan di balai agung dibuat oleh saya posa. Dalam pembuatan sanggah posa ambu atau janur yang digunakan untuk mengelilingi asagan panjangnya harus sama dengan panjang tiang sanggah posa yang terbuat dari kayu sakti, ambu tidak boleh menyentuh tanah dan tidak boleh lebih pendek dari tiang sanggah posa. Apabila syarat ini tidak dipenuhi maka saya posa akan dikenakan sanksi. Alat-alat yang digunakan untuk membuat sanggah posa khusunya ambu harus dicari didesa tetangga yaitu Desa Batih, konon dahulu Desa Batih merupakan Bagian Dari Desa Sukawana namun adanya pembukaan desa baru maka desa Batih menjadi bagian dari desa siakin. Secara sekala hal ini dilakukan untuk tetap menjaga hubungan yang baik antara desa sukawana dengan desa batih sebab kedua desa ini terdapat hubungan yang historis yang tidak bisa dilupakan.
Ketika puncak Usabha Dalem atau yang lebih dikenal dengan Posa dari pagi masyarakat sukawana telah disibukan dengan tugas dan kewajibannya masing-masing. Kewajibannya diawali dengan menghaturkan banten atau sesajen kesanggah posa yang terletak di pura balai agung dan dilanjutkan hingga kemerajan masingmasing. Kewajiban ini mereka jalankan dengan suka cita dan berlandaskan ketulusan dan kesucian hati. Usabha Dalem adalah hari yang sangat dinanti oleh masyarakat sukawana karena dijadikan hari pemujaan dan penghormatan kepada leluhur serta tuhan yang menguasai alam semesta ini. Saat puncak Usabha Dalem masyarakat Desa sukawana membuat dua upakara yang dihaturkan dimerajan masing-masing. Yang pertama banten atau sesajen biasa yang dipersembahkan kepada leluhur perempuan, yang kedua banten atau sesajen yang berupa tetegenan yang dipersembahkan kepada leluhur laki-laki, tetegenan yang dimaksudkan adalah semua yang akan dihaturkan dan diikat pada sebatang bambu. Tidak hanya membuat sarana upakara sesajen saja masayarakat sukawana juga membuat sarana upakara lainnya yang disebut dengan papetan atau titipan, papetan yang dimaksud disini adalah semua bibit tanamann seperti bibit kopi,bibit ketela,bibit pisang,serta bibit pertanian lainnya yang akan dititipkan melalui sanggah posa yang dibuat oleh jro kubayan atau jro bau.
Puncak Usabha dalem ini sanggah posa yang ada dirumah jro kubayan atau jro bau akan diusung oleh sanak keluarga menuju pura maposan beserta seluruh papetan warga berupa bibit tanaman. Sedangkan sanggah posa yang ada di balai agung akan di diusung atau dipundut oleh krama atau warga yang mendapatkan bacakan (Absen ) paling bawah di desa sukawana disebut krama paling ungkur. Sanggah posa yang disimbolkan sebagai kendaraan menuaikan tugasnya menghantarkan bhakti krama desa sukawana kepada leluhur dan sang pemberi hidup. Tak ada raut kemarahan meski para pemundut dipecut berkali-kali oleh saya posa, bagi masyarakat sukawana ini merupakan pesan moral agar manusia senantiasa tekun dan giat dalam menjalankan swadharma kehidupan didunia ini.
Usabha Dalem atau posa berakhir di ulun setra tempat yang diyakini batas antara alam manusia dengan alam tak kasat mata, di ulun setra inilah sanggah posa dan papetan warga dirarung. Pesan penting yang dapat dipetik dari ritual ini adalah bahwa alam sekala dan niskala sujatinya berdampingan menjaga keharmonisan antara manusia dan lingkungan menjadi tatana bagi masyarakat desa sukawana.

*Usaba Dalem 2022 dilakukan dengan mengikuti dan menaati Protokol kesehatan 🙏

Bukti Faktual Puncak Penulisan adalah pusat hubungan Internasional Bali kuno

Sebelumnya penulis “nunas patut” kehadapan Ida Bhatara, karena sesungguhnya hanya Ida Bhatara yang Maha Tahu.

Ada beberapa hal yang hendak penulis sajikan sebagai bukti fakta yang masih dilihat secara kasat mata dan keyakinan bahwa Penulisan adalah pusat peradaban hubungan internasional pada Bali kuno.

1. Arkeologi :

Tentu peninggalan arkeologi tentang arca raja-raja kuno, tidak akan ditemui sebanyak di Pura penulisan, yang memperlihatkan bahwa raja-raja dulu memusatkan Parahyangannya di Pura Penulisan.

Penemuan stupa di Kubusalya, Sarkofagus di manikliyu, bagian dari gebok Domas penulisan tidak mampu dipungkiri kalau sebelumnya di penulisan adalah pusat peradaban.

Bahkan SRI GUNAPRIYA DARMAPATNI memilih DESA SERAI sebagai tempat pemakamannya.

2. Pusat Perdagangan Internasional.

a. Perdagangan dengan China.

Cerita Pertemuan Sri Aditya Jaya Pangus dengan Kang Cing Wie di Kuta Dalem (tempat yang masih ada saat saat ini) yang berarti Kota Kerajaan, di Pasar Kerajaan saat itu, sampai perjalanan cintanya yang membentuk Dalem Balingkang (Bali ing Kang/ Bali dan “Marga Kang”) telah membuktikan perdagangan dengan warga China pada saat itu.

Jangankan cerita dengan warga China, pekuburan terbesar China itu ada di Kutadalem,   fisik kuburan China di Batih masih ada, bahkan Orang China nya masih ada (disebut cina Batih). Jangan tanya tentang nama-nama China deh, terlalu banyak,, desa Pinggan artinya piring, desa lampu artinya Lampion, dll.

Di Pura Penulisan sendiri ada klenteng yang tidak disadari setiap odalan warga China sembahyang disana.

Belum lagi Pura Konco Pendem, dan Ratu Ayu Mas Sunandar yang ramai di Desa Batih dan Pura Balingkang.

Kalau disimak dari cerita camput bagia dan Ratu Daa Tua, Ratu Daa Tua yang mengajari perdagangan, arsitektur, upacara dll, maka membuktikan kebenaran pusat awal pis bolong (alat perdagangan), pengenalan arsitek China, dan bebantenan seperti masoda” (sodaan) bukankah hampir mirip dengan sesajen china?

2. Hubungan Perdagangan dengan Islam.


Mungkin tidak banyak yang sadar kalau di Pura Penulisan ada tempat yang buatkan khusus untuk orang Islam, Dimana para spritual menyebut sebagai stana Ratu Dalem Mekah?

Tapi kita dapat melihat fisik langsung hubungan penulisan dengan Islam yang sangat erat.


a. Di lontar catur darma kalawasan, disebutkan ” Ten Wenang Antuk Bawi’ jadi di penulisan tidak diperbolehkan ada babi.

b. Di Desa Sukawana orang-orang Desa sukawana biasa pakai sarung dalam kehidupan sehari-hari bahkan dalam kegiatan adat yang sangat jarang kebiasaan ini ditemui di desa yang lain. Sarung sebenarnya sering disebut sebagai budaya orang Jawa atau orang Islam tapi di desa sukawana juga dipraktekkan demikian.

c. Penyajian khusus makanan untuk “nyama selam”.

Di desa sukawana setiap ada kegiatan apapun baik adat maupun kekeluargaan selalu menyajikan makanan non babi yang terpisah dari makanan yang mengandung babi. Bagi orang yang tidak memakan makanan yang mengandung babi atau memilih makanan non babi maka ia disebut nyelam. Praktek demikian biasa di kalangan orang sukawana.

d. Kidung tuan Semeru dan kidung sunan Kalijaga yang mirip. Anda tidak akan percaya kidung sunan Kalijaga yang sering disebut kidung Nurekso Ing Wengi itu disadur dari kidung tuan Semeru. Yang mana kidung itu disajikan sebelum upacara di puncak penulisan diselenggarakan. Kidung itu seperti kidung penyambutan atau pemanggilan roh-roh atau kekuatan-kekuatan gaib yang hadir dalam upacara. Jika dimaknai lebih dalam kidung tersebut adalah upaya penyatuan roh-roh suci ke dalam atma Sarira (penunggalan kawula Gusti)

Jika melihat betapa dekatnya China dan Islam dengan Pura Puncak Penulisan, ditambah lagi kebiasaan-kebiasaan China dan Islam yang diterapkan dalam adat dan kehidupan sehari-hari, maka sebenarnya Islam dan China sudah menyatu dengan Masyarakat Desa Sukawana

d. Pasar Singhamandawa Kintamni sekarang sebelumnya ada di Banjar Kutadalem

Tidak banyak yang mengetahui kalau sebelum Pasar Singhamandawa yang ada di Kintamani sekarang ini sebelumnya ada di Banjar Kutadalem, Desa Sukawana Kecamatan Kintamani Bangli, sebab Kuta Dalem sebagai Ibu Kota Kerajaan singhamandawa sebelumnya adalah pusat perdagangan, memang catatan tertulis belum ditemukan tapi keberadaan pasar di Kutadalem yang dipindahkan ke kintamani terbukti dengan adanya Pura Pengrubungan atau pura Melanting di Banjar Kutadalem.

3. Pusat pendidikan agama dan aliran

Dalam prasasti sukawana A1 telah disebutkan kalau di penulisan adalah tempat para bhikkhu. Selain telah disajikan sebelumnya ada pemujaan untuk orang Cina dan Islam, maka lihat lagi apa yang ada di Penulisan, ada Pelinggih pujangga, di Kuum ada Sengguhu, di Pura Penimbangan ada Ratu ayu, ratu Niang dan Pasek Kubayan. Sehingga tidak dapat dipungkiri fakta kalau Pura Pucak Penulisan adalah Penataran Perdarmaan Bali Kuno bagi seluruh agama dan kepercayaan, sebelum pindahkan ke Besakih oleh Dalem Waturenggong.

4. Pusat Administrasi untuk hubungan kelembagaan.

Susunan pura di penulisan sangat jelas dalam urusan kewenangan kelembagaan, untuk adrimistrasi maupun hubungan antar lembaga dan pemerintahan. Yang dapat dilihat perwujudannya dari Pelinggih atau pura yang berfungsi masing-masing. Sebagaimana berikut :

a. Ratu Gede Penyarikan adalah manifestasi sebagai pencatatan. Secara Niskala Ida akan mencatat wilayah dan panjaknya sehingga tanah Bali meurip.

b. Ratu Dana adalah manifestasi sebagai bendahara.

c. Ratu daa tua, sebagai manifestasi pengurus dapur, memohon air sumur dan pendistribusian air (irigasi)

d. Ratu Cenayang, sebagai manifestasi urusan pertanian. Lihat video berikut : https://youtu.be/SVMvPKwUA4c

e. Ratu Sang Pasek, sebagai manifestasi urusan militer,

f. Ratu Pengrubungan, disebut juga Ratu Melanting, sebagai manifestasi pusat urusan  perdagangan.

g. Ratu Dalem Sengkuuk, sebagai manifestasi pusat urusan penguasa alam gaib.

h. Ratu Ngurah Balian, sebagai manifestasi pusat ahli pengobatan.

i. Ratu Kayuan sebagai manifestasi pusat distribusi Tirta yang tersebar di Seluruh penjuru mata angin.

Perlu tulisan khusus lagi yang membahas tentang kelembagaan sekala Niskala ini.

5. Stana Dewata Pegunungan.

Dalam lontar catur darma kalawasan, telah disebutkan bahwa Batukaru sampai Antap Ai, adalah tulang giing jagat Bali, artinya Dewata dari Gunung Batukaru sampai Gunung Antap Ai adalah bersaudara yang menyangga pulau Bali.

Secara ritual Antara Pura Batukaru dan Pura Penulisan memiliki hubungan yang sangat istimewa, dan kedekatan rasa hormat menghormati dan cinta yang sangat tinggi.

Belum lagi adanya pelinggih meru tumpang besik sebagai stana Ida Bhatara Gunung Agung dan Ida Bhatara Gunung Batur.

Betapa eratnya hubungan Kedewataan Para leluhur pegunungan di Pura Puncak Penulisan.

6. Pusat memohon Bala Bantuan militer dan kenegaraan.

Sebagai mana diketahui, wilayah pegunungan pulau Bali, tidak pernah ditaklukkan oleh Majapahit. Sehingga pada akhirnya, daerah Bali mula dan Bali aga, memiliki otonomi khusus dalam penyelenggaraan pemerintahan, upacara, spritualnya dan kemasyarakatan nya. Namun jarang yang mengamati kalau Pura Puncak Penulisan juga tempat hubungan militer yang erat. Yang dapat disajikan dalam beberapa fakta berikut :

a. Kisah anugrah pecut dan bedil ke Kiyai Jambe Pule dari Ratu Dewi Danu.

Dalam kisah lain sebagai geguritan Dalem Balingkang, Ratu Dewi Danu adalah Istri dari Sri Jaya Pangus.

Dalam legenda penjual air, Ratu Daa Tua yang juga diyakini adalah Ratu Dewi Danu menyamar sebagai penjual air yang berpenampilan buruk, legenda tersebut memperlihatkan Ratu Dewi Danu adalah predana dari Ratu Pucak penulisan yang berpusat di Bukit Panarajon.

Hubungan penganugrahan pecut dan bedil  “tulup dulu disebut bedil” ke Kiyai Jambe Pule pendiri Puri Pemecutan diwujudkan dengan adanya Pura Panarajon di sekitar Puri  Pemecutan. Selain panugrahan pusaka, Ida Bhatara Pucak penulisan membekali bala bantuan pasukan dari Keturunan Ki Tambyak untuk mengabdi di Puri Pemecutan. Ki Tambyak diyakini adalah anak biologis dari Raja di Panarajon, yang ditemukan di Batu Belah di Dalem Sengkuuk dan kemudian diasuh dan jadikan anak angkat oleh Jro Kubayan Kiwa, dimana kawitan Ki Tambyak saat ini berada di Banjar Jauh Desa Sukawana. Ki Tambyak yang mengabdi di Puri Pemecutan kemudian ditempatkan di Pecatu. Ki Tambyak juga di anugrahi Pusaka Golok dari Kubayan Kiwa, yang sampai saat ini pusaka golok tersebut wajib hadirkan dari Desa Pecatu untuk nebah jro gede (memotong kerbau) di setiap piodalan di Pura Penulisan.

b. Desa Tampekan di Kecamatan Banjar, Buleleng dari Desa Sukawana.

Sejarah Desa Tampekan mempercayai leluhurnya adalah darj Pasek yang kemudian berpindah ke Desa Sukawana, dan akhirnya membentuk Desa Tampekan di Banjar. Migrasinya penduduk pada saat itu diyakini. Karena adanya keperluan militer dimana dengan pitung kuren wit (7 keluarga),.leluhur orang sukawana mengirimkan bala bantuan militer untuk Panji Sakti dalam peperangan.

Tulisan ini adalah hasil pengamatan penulis yang masih perlu diperdalam, dan belum mewakili keseluruhan informasi yang ada.